Ibukota Indonesia Pernah Dipindahkan 3x
Perjalanan panjang merebut kemerdekaan, memunculkan banyak kejadian-kejadian yang bersejarah. Salah satunya adalah berpindahkan ibu kota Negara. Memang tidak mungkin sebuah Negara memindahkan ibu kota negaranya untuk alasan-alasan tertentu. Indonesia pun pernah mengalami peristiwa pindahnya ibu kota karena alasan kedaulatan.
Sejarah mencatat, Indonesia pernah memindahkan ibu kota sebanyak 3 kali. Peristiwa ini terjadi setelah proklamasi kemerdakaan. Setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, situasi di negeri ini belum stabil. Pihak penjajah, dalam hal ini Belanda, masih berusaha untuk kembali menjajah dan menguasai daerah yang kaya dengan hasil bumi ini. Belanda kembali datang ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Akibatnya, kedaulatan NKRI terancam. Bahkan satu bulan setelah kemerdekaan, yaitu pada tanggal 29 September 1945, Belanda berhasil mengambil alih Jakarta.
Jatuhnya ibu kota membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan utusannya dan menawarkan kota Yogyakarta menjadi Ibukota. Saran ini kemudian disetujui oleh Soekarno. Tepatnya pada tanggal 4 Januari 1946, ibukota Indonesia resmi pindah ke Yogyakarta. Istana Negara pun pindah ke Gedung Agung, berseberangan dengan Benteng Vedeburg.
Pada waktu itu, Belanda tidak menyerah dan menyerang Jogja. Peristiwa ini lebih dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Hasilnya, Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Bahkan para pimpinan Negara juga ditangkap. Dalam keadaan seperti ini, dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan ibukota kembali dipindahkan untuk mempertahankan kedaulatan. Dipilihlah kota Bukittinggi. Pemilihan daerah ini bukan tanpa alasan atau hanya asal-asalan. Kepindahan ibukota ini karena adanya Sjafrudin Prawiranegara yang pada masa itu memang disiapkan untuk memimpin pemerintahan darurat jika para pemimpin tertangkap. Baru pada tanggal 17 Agustus 1950, ibukota dikembalikan ke Jakarta berdasarkan UUD Sementara tahun 1950 dalam pasal 46.