Biografi Sutan Syahrir, Pahlawan Yang Sama Dengan Soekarno Dan Hatta

Biografi Sutan Syahrir, Pahlawan Yang Sama Dengan Soekarno Dan Hatta
RIWAYAT HIDUP
SUTAN SJAHRIR
5 Maret 1909 – 5 Maret 2009
Disusun oleh : Siti Wahyunah (Poppy) Sjahrir S.H.
A. DATA PRIBADI
NamaSOETAN SJAHRIR
Tempat/Tanggal LahirPadang Panjang, Sumatra Barat, 5 Maret 1909
AgamaIslam
Pendidikana. 1915 - 1923 Europeesche Lagere School (ELS - S.D) Medan
b. 1923 - 1926MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs - SMP) Medan
c. 1926 - 1929 AMS(Algemene Middelbare School - S.M.A), Bandung
d. 1929 - 1931 Fakultas Hukum Gemeentelijke Universiteit Amsterdam
Orang TuaAyah : Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih (Kota Gedang).
Jabatan terakhir: Kepala Djaksa pada <i>Landraad</i> (Pengadilan Negeri) di Medan.

Ibu : Puti Siti Rabiah, putri Soetan Soeleiman (Kota Gedang)    dan Puti Djohor Maligan (cucu Tuanku Besar si Intan dari Natal (Sumatra Utara).
KeluargaPernikahan :
1. 1939 – 1948 : Pernikahan dengan Ny. Maria Duchateau (dilangsungkan dengan surat kuasa, serentak di Negeri Belanda, tempat domisili Ny. Maria Duchateau) dan di Pulau Banda Neira, (tempat St. Sjahrir diasingkan oleh Belanda). Karena pecah perang dunia ke-2, istrinya tidak dapat menyusul ke Indonesia dan tetap berdomisili di negeri Belanda. Pada 1948 mereka bercerai.

2. 1951 hingga wafatnya tahun 1966 : Pernikahan dengan Siti Wahyunah S.H., putri Prof. Dr. dr. Moh. Saleh Mangundiningrat, Solo (pernikahan dilangsungkan di Kairo, Mesir).

Putera – Puteri : Ir. Kriya Arsjah dan Siti Rabyah Parvati, S.S. dan beberapa orang anak angkat yang berasal dari Banda Neira, tempat pembuangannya di Maluku.
Penganugrahan1. Tanda Kehormatan Satyalencana, Peringatan Perjoangan Kemerdekaan, tanggal 20 Mei 1961.

2. Pengangkatan sebagai Pahlawan Nasional, Keputusan Presiden Republik Inonesia No. 76, Tahun 1966, tanggal 9 April 1966.

3. Pengangkatan sebagai Perintis Kemerdekaan, SK. Menteri Sosial, tanggal 9 April 1976.
MeninggalZurich, Switzerland, 9 April 1966 dan dimakamkan di TMP Kalibata dan diberi gelar Pahlawan Nasional.

B.JABATAN-JABATAN NEGARA
16 Oktober 1945 - 28 November 1945Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) merangkap Ketua Badan Pekerja KNIP
15 November 1945 – 27 Juni 1947Memimpin 3 Kabinet Parlementer berturut-turut :

1. 15 November 1945 – 28 Februari 1946 : Perdana Menteri RI merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Parlementer yang Pertama (Kabinet RI ke-2).

2. 3 Maret 1946 – 27 juni 1946 : Perdana Menteri RI merangkap Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Sjahrir ke-2. Merangkap Ketua Delegasi R.I. dalam perundingan dengan Belanda (d.b.p. Lord Inverchapel), Maret/April 1946.

3. 2 Oktober 1946 – 26 Juni 1947 : Perdana Menteri RI merangkap Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Sjahrir ke-3. Merangkap Ketua Delegasi R.I. dalam perundingan dengan Belanda (d.b.p. Lord Killearn) Oktober 1946-25 Maret 1947 (Perjanjian Linggajati). 26 Juni 1947 : Mandatnya dikembalikan kepada Presiden. Kabinet berfungsi terus sampai terbentuknya kabinet baru (3 Juli 1947: Kabinet Amir Sjarifudin).
30 Juni 1947 - akhir Januari 1950Penasehat Presiden RI.
22 Juli 1947- Duta Besar Keliling (Ambassador-at-Large) dengan tugas mewakili Republik Indonesia dalam urusan-urusan dan perundingan-perundingan dengan semua negara dan pemerintah asing ( surat pengangkatan Presiden RI tanggal 22 Juli 1947).

- Mewakili Republik Indonesia di sidang-sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 14, 19, 25 Agustus 1947 dalam perdebatan tentang sengketa Republik Indonesia – Negeri Belanda (Agresi Belanda Ke-1).
14 Mei 1948Selaku Duta Istimewa dan Penasehat Presiden RI, diberi tugas memimpin semua perwakilan R.I. di luar negeri, serta menjalankan segala urusan baik di lapangan politik maupun ekonomi/keuangan untuk memperkuat kedudukan RI di luar negeri (Surat Kuasa Wakil Presiden RI selaku Pemimpin Pemerintah No. 2/PW/PM/48).
Sejak akhir Januari 1950Tidak memangku suatu jabatan negara lagi.
Ditahan tanpa diadili 1962
C. IKHTISAR PERJUANGAN SJAHRIR 



I. Tentang Usaha-Usaha Kabinet-Kabinet Sjahrir (1945 – 1947) 

1. Mengadakan konsilidasi ke dalam :

a. Menyusun kembali dan membina peralatan-peralatan negara: Pamong Praja, Angkatan Bersenjata dan kepolisian.

b. - Berusaha memperbaiki keadaan ekonomi yang bertambah sulit karena blokade Belanda. - Mengeluarkan uang RI pertama (ORI) untuk menggantikan uang Jepang dan Belanda.


c. Membentuk Kementerian Agama. 


2. Mengadakan/memelihara hubungan-hubungan dengan dunia Internasional untuk mendapatkan pengakuan dan bantuan dalam perjuangan mempertahankan RI, serta mengadakan langkah-langkah untuk membuktikan kedaulatan dan kemampuan Republik Indonesia, misalnya :

a. Pemerintah RI (i.e, Menteri Luar Negeri Sutan Sjahrir/H. Agus salim dengan POPDA sebagai Badan Pelaksana Proyek) menyelenggarakan tugas-tugas internasional yang seharusnya dilaksanakan oleh tentara Sekutu di Indonesia, yaitu :

- Pemindahan APWI (Allied Prisoners of War and Internees) dari kamp-kamp tahanan Jepang ke kota-kota besar untuk repatriasi. - Perlucutan dan pemindahan tentara Jepang dari daerah-daerah pedalaman ke kota-kota pelabuhan. 

b. Menawarkan bantuan berupa 500.000 ton beras kepada India yang sedang dilanda bahaya kelaparan karena kekeringan.

Sebagai imbalan India mengirimkan tekstil, truk-truk dan alat-alat pertanian. Tindakan kemanusiaan ini sekaligus dimaksudkan untuk menembus blokade ekonomi Belanda dengan datangnya kapal-kapal asing di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Berhubung dengan memuncaknya kegentingan dalam hubungan Indonesia-Belanda yang berakhir dengan Agresi ke-1, maka hanya sebagian kecil daripada rencana pengiriman beras tersebut dapat dilaksanakan.

c. Wakil-wakil Pemerintah dan suatu delegasi Indonesia menghadiri konferensi Bangsa-Bangsa Asia yang pertama, yaitu Inter Asian Relations Conference di Delhi, Maret – April 1947 (wakil-wakil Pemerintah menumpang kapal terbang India yang khusus dikirimkan oleh Pandit Jawaharlal Nehru). Delegasi Indonesia mewakili negara Asia pertama yang membebaskan dirinya dari ikatan kolonialisme sesudah Perang Dunia ke-2 dan yang telah diakui kemerdekaannya secara de facto.

3. Menjalankan politik diplomasi terhadap Belanda, sebagai suatu jalan untuk mencapai suatu penyelesaian secara damai atas sengketa Indonesia-Belanda. Politik diplomasi itu juga dimaksudkan untuk memberi peluang dan kesempatan bagi tentara/gerilyawan dan alat-alat negara untuk menyusun kekuatan dalam pembelaan kemerdekaan dan kedaulatan RI yang terancam. Sebagai hasil dari perjuangan diplomasi tersebut dapat dicatat sebagai berikut :

a. Tanggal 25 Maret 1947: Penandatanganan Perjanjian Linggarjati, yang mengakui Kemerdekaan de facto Republik Indonesia atas wilayah Jawa, Madura, Sumatra (Tahap Pertama). Sebagai langkah berikutnya akan diadakan perundingan-perundingan untuk membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) bersama dengan daerah-daerah luar Jawa, Madura dan Sumatera yang diduduki dan dikuasai oleh Belanda. b. Berdasarkan Perjanjian Linggarjati tersebut menyusul pengakuan de facto oleh Inggris (31 Maret 1947), USA (23 April 1947), Mesir (1 Juni 1947). Atas jasa Wakil Menteri Luar Negeri H.A. Salim yang ditunjuk oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir sebagai ketua Delegasi Indonesia ke negara-negara Arab, menyusulah pengakuan-pengakuan dari negara-negara Arab lainnya (Libanon 29 Juni 1947, Syria 2 Juli 1947, Irak 16 Juli 1947, Afganistan 23 September 1947, Saudi Arabia 24 November 1947 dan Yaman 3 Maret 1948). Birma mengakui RI pada tanggal 23 November 1947.

c. Atas dasar Perjanjian Linggarjati yang memuat suatu pasal mengenai arbitrage, maka Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan terhadap Belanda yang melancarkan aksi militernya yang ke-1 pada tanggal 21 Juli 1947. Dewan Keamanan berhasil melaksanakan pihak Belanda untuk menghentikan agresinya dan menyelesaikan secara damai sengketa dengan Indonesia yang merupakan partner dalam perjanjian tersebut. 

4. Setelah penandatanganan Perjanjian Linggarjati, dalam periode 1947 – 1948 telah didirikan Perwakilan-Perwakilan RI (Indonesia Office) di Singapura, Penang, Bangkok, Delhi, Cairo, New York, Canberra.


II. Tentang Missi Diplomatik Sutan Sjahrir Ke Dewan Keamanan PBB dan Negara-Negara Lain (1947 – 1948). 

1. 22 Juli 1947 : Diangkat menjadi Ambassador-at-Large (duta besar keliling), sehubungan dengan agresi Belanda ke-1 yang dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947.

Tugas Sutan Sjahrir:

Mewakili Pemerintah RI dalam urusan-urusan dan perundingan dengan semua negara dan pemerintah asing, khususnya dalam pembincaraan-pembicaraan tentang sengketa Indonesia-Belanda di forum Dewan Keamanan RI di Lake Succes, New York. (Surat Pengangkatan Presiden RI tanggal 22 Juli 1947).

a. Berangkat dari Yogya menuju Singapur dengan menumpang kapal terbang India yang berhasil meloloskan diri dari blokade Belanda. Dalam perjalanan ke PBB singgah di Delhi dan Kairo untuk mengusahakan dukungan dan bantuan dari negara-negara Asia dan Arab, untuk memperjuangkan Republik Indonesia.

b. 14 Agustus 1947:
Rombongan Sjahrir sebagai wakil RI diberi kesempatan oleh Presiden Dewan Keamanan untuk menghadiri Sidang-Sidang Dewan Keamanan dan mengambil bagian dalam diskusi-diskusi mengenai persoalan Indonesia tanpa vote (tanggal 14, 19, 25 Agustus 1947).

Delegasi terdiri dari Sutan Sjahrir, H.A Salim, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Charles Thambu, Sudjatmoko.

Di sidang Dewan Keamanan, Sutan Sjahrir menyampaikan tuntutan-tuntutan RI sebagai berikut :
- supaya Dewan Keamanan campur tangan dalam sengketa Indonesia – Belanda;
- supaya diadakan suatu komisi netral yang mengawasi pelaksanaan pemerintah Dewan Keamanan tentang penghentian tembak-menembak;
- supaya tentara Belanda mengundurkan diri dari kedudukan sebelum agresi dimulai.

Hasil perdebatan di Dewan Keamanan ialah :
Pembentukan suatu Panitia Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu mencapai suatu penyelesaian secara damai.

c. September 1947 : Sjahrir melanjutkan missi diplomatiknya ke London, Kairo, Delhi, Rangoon, Singapura dan Canberra.

2. 14 Mei 1948 :
Selaku Duta Istimewa dan Penasehat RI, diberi tugas untuk memimpin semua perwakilan RI di luar negeri serta menjalankan segala usaha baik di lapangan politik maupun ekonomi/keuangan untuk memperkuat kedudukan RI di luar negeri (Surat Kuasa Wakil Presiden selaku Pemimpin Pemerintah No. 2/WP/PM/48 tanggal 14 Mei 1948).

D. KARANGAN – KARANGAN SUTAN SJAHRIR 


1. PIKIRAN DAN PERJOANGAN, terbitan Pustaka Rakyat, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940).

2. PERGERAKAN SEKERJA – brosur 1933.

3. PERJOANGAN KITA – brosur Oktober 1945.

4. INDONESISCHE OVERPEINZINGEN, terbitan ”De Bezige Bij”, Amsterdam 1946 (kumpulan surat-surat dan karangan-karangan dari penjara Cipinang dan tempat pembuangan di Digul dan Banda-Neira, dari tahun 1934 sampau 1938).

5. RENUNGAN INDONESIA, terbitan PT. Pustaka rakyat (Diterjemahkan dari Bahasa Belanda: ”Indonesische Overpeinzingen” oleh HB Yassin, 1951).

6. OUT OF EXILE, terbitan John Day Company, New York 1949 (terjemahan dari ”Indonesische Overpeinzingen” oleh Charles Wolf Jr. dengan dibubuhi bagian ke-2 karangan Sutan Sjahrir). Dicetak ulang oleh: Greenwood Press New York, 1969, alamat, 51, Riverside Ave Westport, Conn 06880, N.Y.).

7. RENUNGAN DAN PERJUANGAN, terbitan PT. Djambatan dan PT. Dian Rakyat (terjemahan HB Yassin dari ”Indonesische Overpeinzingen” dan Bagian II “Out of Exile”, 1990).

8. SOSIALISME DAN MARXISME, terbitan PT. Djambatan, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara Sosialis” tahun 1952 – 1953).

9. NASIONALISME DAN INTERNASIONALISME, terbitan Panitia Persiapan Yayasan Sjahrir 1968 (Pidato yang diucapkan pada Asian Socialist Conference di Rangoon, tahun 1953).

10. Karangan – karangan dalam ”Sikap”, ”Suara Sosialis” dan majalah – majalah lain.

11. SOSIALISME INDONESIA PEMBANGUNAN (kumpulan tulisan Sutan Sjahrir diterbitkan oleh Leppenas, tahun 1983).

Meta